Skip to main content

Harapan dan Kekecewaan

Hari ini ia terbangun. Berharap rasa gundah semalam hilang melenyap dalam mimpi. Berharap melupakan segala pikiran yang memberatkan, pun perasaan yang mengiris. Namun, ternyata tidak.
Rasa harap itu masih ada, melekat erat. Serta tak lepas dari kecewa. Sesak masih terasa, air mata tak kunjung tiada.

Aku sejujurnya tidak mengerti mengapa manusia masih berharap hanya untuk kecewa. Aku tidak mengerti mengapa harapan sulit sirna, meskipun kecewa di depan mata.

Banyak hal datang menumbuhkan harapan, kemudian memetik dan meninggalkan kekecewaan. Ada yang menunggu bunga (harapan) itu tumbuh, tetapi ada juga yang tak sengaja atau sengaja memetiknya sebelum bunga hadir memeriahkan kehidupan. Mengherankan memang, mereka tahu persis kapan akan dipetik, tetapi masih saja mengharap tumbuh. Mengherankan memang, harapan berujung kekecewaan, tetapi masih saja dilakukan. Begitu lah mungkin manusia dengan keras kepalanya.

Kutipan-kutipan menyebutkan berharap pada sesuatu selain diri-Nya, terlebih manusia, sebaiknya dihindari, sebab akan menimbulkan luka di hati. Sudah seharusnya kita berserah diri, kepada Yang Maha Membolak-balikkan hati.
Namun, mungkin aku memang jiwa yang penuh dosa karena masih saja keras kepala. Sedihnya lagi, keras hati. Rasanya sulit sekali untuk menerapkannya hingga terpatri.

Aku memahami betul dia yang terbangun dari tidurnya dan berharap rasa kecewa semalam telah bersemayam. Aku memahami perasaannya, sungguh. Mungkin terdengar lemah, tapi memang begitu lah.

Namun, aku juga menyadari bahwa harapan dan kekecewaan tidak semata-mata melahirkan sendu seorang. Harapan dan kekecewaan juga merawat seorang syukur. Ya, bagi mereka yang ingin bersyukur. Setidaknya, melalui harapan dan kekecewaan, manusia dapat tahu betul apa yang dipunyai dan semua yang tersisa. Manusia tahu hal-hal apa saja yang harus diperjuangkan, masih bisa diusahakan, dan disyukuri karena masih boleh dimiliki.
Itu lah hebatnya harapan dan kekecewaan, di baliknya ada syukur yang menjadi kunci kebahagiaan.
Bukankah kebahagiaan adalah hal yang kita selalu cari dalam hidup dan mati nanti?

Sejatinya, ini hanya sebuah curahan serta renungan hati. Aku hanya ingin menuliskan untuk merefleksikan diri agar selalu sadar berintrospeksi. Sebagai penutup, ada sebuah pernyataan dari seorang penulis, jurnalis, dan esais handal, yakni Zen RS. Pendiri panditfootball menuliskan dalam bukunya (Simulakra Sepakbola) berintikan, "Kemenangan dalam satu pertempuran, tidak selalu berakhir dengan kemenangan dalam peperangan. Jepang boleh saja memenangkan pertempuran di Pasifik, pada akhir 1941, tapi Perang Dunia II toh dimenangi oleh Sekutu."

Kita boleh saja menang atau kalah dalam suatu pertempuran, tetapi itu tidak berarti kita kalah dalam peperangan. Boleh saja pupus satu atau dua harapan dalam hidup, boleh saja diterpa satu atau dua kekecewaan dalam hidup. Namun, bukan berarti sebuah hidup menjadi pupus. Bukan berarti hidup menjadi seutuhnya berupa kekecewaan. Kembali lagi, selalu ada syukur di antaranya untuk merajut kembali kebahagiaan.

Sekian, selamat beraktivitas! :)

Comments