Skip to main content

Saya dan Pengabdian Masyarakat

Halo. Pada kesempatan kali ini saya mau cerita singkat terkait pengabdian masyarakat. Sebelumnya, mungkin bahasa saya di post ini berantakan karena saya nyambi ngerjain tugas kuliah.

Pengabdian masyarakat pasti sudah nggak asing lagi di telinga teman-teman mahasiswa sebab menjadi salah satu poin di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma Perguruan Tinggi ini bisa dibilang sebagai sebuah visi perguruan tinggi (secara umum) di Indonesia. Sekilas info aja, ada tiga poin yang tercantum di Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu:
- Pendidikan dan pengajaran,
- Penelitian dan pengembangan,
- Pengabdian kepada masyarakat
Nah, Tri Dharma Perguruan Tinggi bukan hanya menjadi kewajiban mahasiswa seorang saja, tetapi juga dosen dan seluruh civitas akademik lainnya. Intinya, tiga poin tersebut menjadi tanggung jawab seluruh elemen yang ada di perguruan tinggi.

Kembali ke topik awal, yakni tentang pengabdian masyarakat (pengmas). Karena saya mahasiswi, saya akan membahas pengabdian masyarakat dari sudut pandang saya (baca: mahasiswa/i) ya. Saya bukan tipe mahasiswi yang kerap terjun ke jalan memang, terlebih mencari dan menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat. Namun, saya pernah beberapa kali mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat.

Ketika saya bertemu dengan masyarakat, saya merasa beban benar-benar berada di punggung saya. Beban khayalan yang selama di perkuliahan saya rasakan menjadi nyata. Bukan, saya bukan menganggap masyarakat menjadi beban, masyarakat justru memberi energi positif kepada saya. Semangatnya, rasa ingin tahunya mentransfer muatan-muatan positif untuk menyeimbangkan pemikiran negatif, pesimistis yang menyelimuti diri saya selama ini. Meski begitu, beban terasa lebih berat.

Saya empat kali melakukan pengmas dengan mengunjungi sebuah sekolah dasar. Memang benar, saya ialah seorang mahasiswa yang telah merasakan duduk di bangku sekolah dasar. Memang benar, saya hidup sudah lebih lama dari mereka -yang duduk di bangku sekolah dasar- dan sudah menjajaki pengalaman di masa-masa SD terlebih dahulu. Namun, saya tak bisa menjamin bahwa pengalaman dan pembelajaran yang saya peroleh tidak lebih banyak dari mereka.

Saya mencoba berbagi, bercerita, bertanya-tanya, bahkan berlagak mengajarkan mereka tentang hal-hal yang saya ketahui. Hal-hal yang saya ketahui dan saya percayai bahwa materi ini berguna untuk mereka ke depannya. Saya percayai bahwa mereka membutuhkan materi ini. Saya percayai bahwa mereka belum tahu tentang materi ini. Saya sadar bahwa semua itu hanya lagak. Saya sadar bahwa saya sok-sokan. Saya sadar, di lubuk pikiran serta hati saya, kegiatan ini beban.

Mengapa beban? Beban karena perilaku sok-sokan saya menggurui mereka. Padahal, perbandingan hal-hal yang saya beri ke mereka sangat jauh lebih kecil daripada apa yang mereka sampaikan ke saya, tentu secara implisit. Ya, mereka lah yang sejatinya mengajarkan saya banyak hal baru. Segala sesuatu yang tidak pernah saya alami di kehidupan saya, bahkan terbayang pun tidak.

Beban tersebut terasa sungguh berat karena saya merasa tidak mampu menjadi guru sesaat, saya tidak mampu diteladani. Saya tidak pantas dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, meski hanya saat itu saja. Mereka mengagumi saya dan teman-teman saya, beberapa mencari perhatian alias caper dan menunggu diapresiasi. "Dek, aku mah ngga ada apa-apanya. Ngga usah caper sama aku, kamu sebetulnya udah menarik perhatianku banget. Ngga usah ngode buat diapresiasi, kamu bener-bener udah aku kagumi sejak awal."

Yaudah gitu. Entah apa yang bisa diambil dari post ini, but the thing is:
Saya nggak ada di atas mereka, saya sama atau bahkan di bawah. Saya mungkin lebih pintar, tapi sayanggak lebih hebat. Saya mungkin mencoba berbagi, tetapi justru saya lah yang mendapat berbagai hal baru. Saya bukan mengabdi kepada mereka, tetapi saya belajar dari mereka.
Saya nggak perlu menyebut turun atau terjun karena kita adalah bagian dari mereka, kecuali kalau saya sampahnya (hehe). Saya bukan berkewajiban menyelesaikan permasalahan mereka, tapi permasalahan bersama. Saya menimba ilmu, berkuliah, laly bekerja, bukan untuk menyejahterakan mereka, tetapi untuk menyejahterakan diri saya sendiri. Karena saya adalah mereka.
Saya telah berbuat sesuatu untuk mereka? Tidak, saya adalah mereka. Saya adalah masyarakat. Saya, sejatinya, hanya berbuat semua itu untuk diri saya sendiri. Saya tidak mengabdi kepada masyarakat, tetapi saya mengabdi pada diri sendiri.

Sekian, terima kasih

Comments