Skip to main content

Tentang Karang Praga

Dua setengah tahun yang lalu, lembar kalender bulan Juli telah diganti menjadi bulan Agustus 2016. Pertama kali menginjakkan kaki di Kampus Ganesha, ITB. Saat itu, aku bersama Agha Maretha sama-sama mengenakan kerudung berwarna krem -tanpa disengaja. Waktu itu matahari sudah tenggelam, sekitar pukul 6 sore -aku lupa tepatnya, kami kebingungan mencari Gedung Labtek VI.

Oh ya, izinkan aku mengenalkan sosok Agha Maretha sedikit ke kalian (mohon maaf nih awal-awal agak serius). Agha ini seorang perempuan yang keren hehe. Agha nggak banyak ngomong, tapi pemikirannya nice, deep, analytic hahaha berasa apaan aja. Agha juga pendengar dan pengamat yang baik. Keliatannya cuek, padahal peduli sama temennya! Banget. Keliatannya jutek dan galak, padahal emang iya haha. Intinya, Agha is one of my favorite people I found in ITB. Ya emang, kita satu SMA sih... tapi baru kenalnya setelah masuk ITB.

Kembali lagi ke Gedung Labtek VI. Di Gedung ini, tepatnya di lantai 2, diselenggarakan sebuah acara dan kami diundang. Sebetulnya, tidak hanya kami berdua, tapi teman-teman yang lain juga. Teman-teman yang kami belum kenal dan teman-teman yang sudah kami kenal -karena satu SMA. Status kami waktu itu ialah mahasiswa baru S1 Institut Teknologi Bandung yang belum diresmikan lewat Sidang Terbuka. Kami diundang oleh Karang Praga untuk mengikuti sebuah acara berjudul Syukuran Wisuda (Syukwis) Juli dan Serah Terima Jabatan (Sertijab).

Karang Praga, asing terdengar di telingaku. "Tapi, bagus. Sepertinya punya makna yang dalam," pikirku dulu. Setelah ditelusuri... "Oh, paguyuban toh." Iya, Karang Praga adalah sebuah paguyuban yang menjadi tempat orang-orang asal Semarang dan sekitarnya, baik SMA-nya, tempat tinggalnya, rumah neneknya, atau mungkin sekedar ingin bergabung karena merasa cocok. Ungkapan kalau udah cocok mau diapain lagi benar adanya (mohon maaf nggak nyambung dikit).

Karang Praga, Keluarga Semarang Putra Ganesha, ialah orang-orang yang pertama kali menyambutku di Bandung, salah satunya lewat acara Syukwis dan Sertijab ini. Waktu itu ada Mas Mahen yang baru akan dilantik menjadi ketua selanjutnya -menggantikan Mas Ical. Mas Mahen yang super ramah langsung mengajak kenalan para mahasiswa baru angkatan 2016. Ada Mbak Qorry dan Mbak Dinda juga yang kata Mas Mahen duo sejoli. Dua kata yang menggambarkan situasi dan kondisi saat acara malam itu adalah RAME BANGET.

Rame banget, iya! Masih ada Mas Verdy, Mas Candra, Mas Fadhil..walaupun ku nggak sempat mengenal mereka hehe. Ada Mas Ical, Mas Eja, Mas Rama, dll. juga. Begini penampakannya (di bawah), coba cari aku.

Di acara itu kita kenalan, dengar sharing dari wisudawan (aku ingetnya Mas Verdy doang, mohon maaf), main game Family 100, dan terfavorit serta ter-Karang Praga: makan tumpeng hahaha. Ya walaupun baru kenal, masih cacu, tapi tetep lucu dan menyenangkan kok. Setidaknya, bisa melupakan beban sejenak kalau aku keterima ITB hehe.

Sebenarnya, kami sudah sempat bertemu di Semarang, yaitu di Warung Si Boy. Basecamp Karang Praga di Semarang ceunah. Di Warung Si Boy, kami disambut oleh Mas Ical (kalau aku nggak salah inget), Mas Eja, Mbak Qorry, dan entah siapa lagi sejujurnya aku selupa itu cuma inget Mas Eja hehe. Kenapa yang diinget cuma Mas Eja? Karena Mas Eja cerita banyak hal waktu itu, dari serba serbi terkait Karang Praga hingga huru hara kehidupan di Bandung. Hal yang paling aku inget dari Mas Eja adalah he was so energized. Aku pun cenderung senang disambut ramah dan bersemangat oleh mas-mas dan mbak-mbak. Hiperbolanya, aku jadi nggak ngerasa sendirian.... walaupun masih ngerasa minder karena temen-temen lainnya anak olim sih hehehe. But overall, I was so happy to know that I have them.

Seiring berjalannya waktu, Karang Praga mulai disibukkan dengan hal-hal lain. Satu per satu akhirnya pergi membawa gelar alumni. Kuakui, mereka sedikit banyak menginspirasi. Dari Mas Verdy yang sekarang sekolah di luar negeri (diceritain waktu Syukwis), Mas Candra sebagai beswan LPDP, Mbak Sevina yang nggak sempet kenal tapi aku cukup kagum dengan pencapaiannya, Mas Fadhil dengan bisnis-bisnisnya, Mbak Nindy dengan segudang prestasinya (tapi Mbak Nindy imut banget btw), Mas Mehek, Mas Eja, Mas Ical, Mas Rama, bahkan sekarang Mas Mahen, Mbak Qorry, Mbak Dinda, Mbak Sinjas, Mbak Alma, dan Mbak Salma udah lulus! Time flies, i admit it.

Karang Praga udah 6 tahun lebih -dari sejak berdiri. Di ulang tahun kelimanya, aku bersyukur karena aku bisa denger cerita dari Mas Candra dan Mas Fadhil yang sekarang udah jadi insan yang sesungguhnya. Aku cukup senang karena masih ada mas-mas dan mbak-mbak yang meluangkan waktunya buat sekedar mengapresiasi. Terharu.

Melihat foto di atas, aku sadar bahwa regenerasi itu nyata dan nggak kerasa! Karang Praga sekarang dipegang sama Kukuh (duduk paling depan). Padahal, kayaknya baru kemarin estafet amanah itu diberikan Mas Ical ke Mas Mahen. Padahal, rasanya baru kemarin Mas Fawwaz memaparkan perihal Karang Praga Goes To School (KPGTS) 2017. Padahal, rasanya baru kemarin aku, Yonas, Ijad, Tuah, Kukuh, Diwang, dll. ngobrolin soal Gamakta 2018. Eh tau-tau, Januari besok KPGTS dipegang oleh angkatan 2017. Tau-tau udah roadshow lagi, dan aku udah nggak punya tanggung jawab apapun.

Mengingat roadshow, TONAMPTN, dan KPGTS sering bikin terharu. Terharu karena punya ketua kayak Ijad yang super organized, punya atasan kayak Tuah yang mendetil dan hobi chaos, punya Yonas yang multi-talented dan berdedikasi juga penuh inovasi, punya Kukuh yang kritis solutif dan terstruktur, punya Diwang yang hmmm memenuhi kebutuhan umat manusia, punya Agha yang jago ngerumusin RAB-nya haha, punya Azkabel ya yang hobinya dagang di mana pun, ada Cuye yang sibuk bet tapi jago lah ngoorlap (apa ini?) hari H, ada Hankyudha si aktivis kampus keren banget dah nih insan, ada Husein dan Ali. Gamakta 2018 was fun! Kepanitiaan yang menyenangkan dan memberiku banyak pelajaran. Untuk Ijad, you did a great job! At least, for me, you succeeded. Congrats. Karena rame, chaos, ditambah hujan... KPGTS alias Gamakta zaman Ijad nggak ada foto bersama di hari H. Ya sudah lah, pakai foto zaman Mas Fawwaz aja ya.

Semua sudah berlalu, Januari yang lalu. Aku belum tua, hanya saja sudah lewat masanya. Meskipun baru kemarin rasanya. Mungkin aku banyak salah dan meninggalkan dosa di Karang Praga, maaf ya... dan nggak tau bagaimana cara memperbaikinya. Tapi, aku mungkin mau menyampaikan beberapa hal terkait paguyuban ini yang mungkin bisa kalian maknai. Karang Praga memang nggak sempurna. Layaknya lembaga pada umumnya, ia rentan mengalami pasang surut manusia. Karang Praga nggak bisa membuat orang-orang bertahan dan menjadikan ia prioritas mereka, bahkan Karang Praga bisa jadi kehilangan semuanya.

Karang Praga bukan himpunan atau unit yang punya aturan-aturan tertulis dalam keberjalanannya, dan mungkin ia tidak membutuhkan itu. Karang Praga tidak menjelaskan secara eksplisit siapa saja anggota-anggotanya, karena mungkin... ia ingin menjadi terbuka untuk semua. Kalau disuruh mendefinisikan Karang Praga, sejujurnya aku tidak memiliki gambaran apapun selain sekumpulan manusia yang misuh dan tertawa bersama dengan obrolan lokal. Kalau disuruh mendeskripsikan Karang Praga, sejujurnya aku masih bingung karena yang ada di benakku adalah sekumpulan mahasiswa yang logat dan tutur katanya hampir sama: medhok.

Tapi, Karang Praga seharusnya tetap ada karena Karang Praga satu-satunya. Satu-satunya tempat yang bisa "menghidupkan" Semarang, baik di Tanah Sunda maupun di Tanah Jawa sendiri. Satu-satunya tempat yang membuat sadar kalau Semarang itu ada, dan punya andil (baca: kader) nyata buat berdampak. Aku mengamini apa yang Mas Fawwaz pernah bilang, "Anak-anak KP itu pada berprestasi." Iya, benar. Aku tidak memungkiri, banyak orang-orang di sini yang sedikit banyak telah menginspirasi, memberikan warna-warna tersendiri yang tentunya nggak bisa disubtitusi. Entah apa dan bagaimana Karang Praga ke depannya, tapi harapannya... Karang Praga benar-benar bisa senantiasa menyalakan Semarang, baik sebagai tempat kembali maupun tempat mengabdi.

Maaf banget ini tulisan lompat-lompat bikin pusing, sama seperti pikiranku. Sebab, aku nggak begitu baik dalam mengingat hal-hal detil di masa lalu. Alhasil.. ya gini haha. Akhir kata, aku tau aku sekarang orang Bandung -yang nggak ngerti basa Sunda samasekali, tapi... aku lebih suka Bandung hehehe soalnya dingin. Nggak deng. Aku tetep suka Semarang, aku rindu Semarang (iya aku omong thok tapi bener wey kangen). Aku kangen full team (yang nggak full team juga sih). Aku pengen duduk diem merhatiin dan dengerin kalian ngobrol, nge-jokes dengan kearifan lokal, sambil misuh. Very satisfying sumpah.

Akhir kata yang benar-benar akhir, semangat tingkat tiga dan bentar lagi swasta! Semoga bisa lulus bareng dan ikut syukwis KP bareng lagi. Semoga bisa terus mengapresiasi dan menginspirasi wajah-wajah Karang Praga muda penuh ambisi. Semoga sampai bertoga, bahkan setelah bertoga nanti, kita bisa memaknai paguyuban ini. Untuk Karang Praga, berbagai cerita dan orang-orang di dalamnya... terima kasih sudah pernah ada. Semoga selalu ada.

Comments