Skip to main content

Posts

Menyikapi Orang Baik

Pekan ini kuanggap sudah berakhir, sebab tiga hari ke depan tidak ada kuliah alias libur. Pekan yang cukup melelahkan karena dihadang ujian-ujian. Syukurlah telah terlalui, meski pekan depan masih ada sisa-sisa ujian yang bisa jadi tidak kalah melelahkan. Aku seharusnya berusaha menulis esai untuk UTS mata kuliah Jurnalisme Sains dan Teknologi, tetapi mood -ku untuk itu masih tak kunjung ketemu. Entahlah, doakan saja aku segera kembali ke level kerasionalanku, sebab akhir-akhir ini aku merasa menjadi seorang yang sangat irasional. Ngomong-ngomong tentang irasional, aku ingin menceritakan suatu kisah temanku -yang juga sempat menjadi kisahku. Kisahnya mengandung pemikiran-pemikiran yang kurang rasional, bagiku. Sebelum bercerita terkait ketidakrasionalan tersebut, aku akan mengenalkan kalian kepada kata rasional terlebih dahulu. Sebelumnya, iklan sedikit, aku sarankan untuk tidak mencari tahu korelasi foto dengan tulisan di sini. Mari, kembali ke bahasan irasional. Menurut KBBI d
Recent posts

Nü year, Nü me

Do you ever wonder why these repetitive New Year "traditions" are deemed important and expected to be life-changing for many people? With the slogan "New Year, New Me," many individuals seem to reset their lives and hope to become better individuals in the new year. Indeed, it's not a bad idea because we need to grow towards the positive, leaving behind things we consider negative or undesirable. Our true adversary is ourselves, along with the relentless passage of time that often makes us lose sight of ourselves. Not to be cynical, but must we wait for a new year to change one, two, three, or many habits? This writing may sound cliché because it even happened to me. I, whose heart was touched anew write again because of the #30haribercerita writing campaign which happens routinely at the beginning of every year. I, who suddenly thought of resuming exercise after my lack of discipline became my top character in 2023. I, who envisioned spending time reading books

Refleksi Asal Menyambut Usia 23

Sekarang mari kita menulis asal-asalan, tanpa filter apapun. Ya hapus-hapus dan tambah-tambah sedikit lah, tapi yang jelas ini jujur dan betul-betul tidak dipikir panjang, serta berantakan pastinya. Besok aku berusia 23 tahun. Nggak tau sih angka 23 berarti apa selain tua. Bener-bener merasa tua dan ya ampun kok udah 23 tahun aja? Mencoba nggak memikirkan standar hidup orang-orang dan lingkungan, namun rasanya sulit. Standar hidup 23 tahun memangnya apa? Ya, bekerja dan berpenghasilan, hidup mandiri dan bisa melakukan apa saja, mulai meniti karir di bidang tertentu atau mempersiapkan pendidikan yang lebih tinggi, bahkan ada pula yang memasang standar ideal untuk menikah dan memulai keluarga. Pusing kalo dipikirin, tapi nggak boleh lama-lama denial. Karena itu akan terjadi kan, kalo Dia menghendaki tentunya. Dan semakin dini direncanakan, dicari-cari risiko dan mitigasinya (naon sih), harusnya semakin bagus dan semakin siap. Tapi tapi tapi, ada loh yang lebih memusingkan dari urusan sta

Pertama

Hai, untuk ke sekian kalinya.  Ini post pertama di tahun 2021. Sudah lama ya tidak berjumpa. Banyak sekali peristiwa yang sudah terlewatkan dan tidak terbagikan. Sengaja ku pendam, sebab ku belum tahu bagaimana ujungnya sehingga tak berani ku sampaikan. Mungkin suatu hari nanti aku akan ceritakan, jika ku sempatkan dan tak dilupakan.  Kali ini, ku pinta kalian bantu saja 'tuk doakan. Agar segala kebaikan, keburukan, kemudahan, kerumitan, kebahagian, serta kesedihan yang terjadi dapat menjadi sumber keberkahan.

Menjadi Sarjana Teknik Biomedis ITB

Cerita perjalanan tugas akhir tentu akan menggantung tanpa sepenggal kisah mengenai kehidupan menjadi sarjana, atau lebih tepatnya fresh graduate . Perlu diingat, aku dinyatakan lulus dan disematkan menjadi Sarjana Teknik Biomedis ITB pada bulan Oktober lalu. Maka, tulisan ini akan menggambarkan seorang sarjana yang benar-benar baru menetas --murni opini dan pengalaman pribadi. Disclaimer lainnya, tulisan ini juga ditujukan untuk mengklarifikasi tulisanku yang berjudul Lulus dari Biomedis, Menjadi Tangis atau Manis? . Sebab, banyak (sekitar 7 orang, dan menurutku itu banyak) yang mengajukan pertanyaan lebih lanjut serta stance- ku atas pilihan memilih Teknik Biomedis sebagai program studi yang akan dipelajari selama empat tahun lamanya. Foto toga bersama temen-temen Biomedis ITB Mari kita mulai dari mengapa dulu aku memilih Teknik Biomedis. Teknik Biomedis ITB, atau lebih tepatnya STEI ITB, adalah pilihan impulsif yang baru terpikir di kelas 12 akhir semester 1. Dari SMP sampai SMA, ak

Seri Tugas Akhir: Di Ujung Perjalanan

Tepat sebulan yang lalu aku berjanji untuk merampungkan tulisan seri tugas akhir, and here we go . Sampai mana, ya, kemarin? ... ... (membaca ulang tulisan sebulan lalu) ... ... Oh, ternyata tentang gagal finish . Waktu itu adalah hari-hari terakhir menuju batas sidang untuk kelulusan pada Wisuda Juli dan kami (aku, Fathiya, Ulfa) ingin mengusahakan sidang tugas akhir dapat terlaksana. Tetapi, suatu hari, kami mengalami kendala teknis dari eksternal, yakni kehilangan data, juga kecerobohan lupa mem- back up  dari saya yang membuat pengerjaan tugas akhir kami harus tertunda. Kami tidak tau kapan data tersebut akan dikembalikan, bahkan kami tidak tau apakah data yang hilang dapat kami peroleh kembali atau tidak. Jika tidak, ya harus dimulai lagi dari awal. Pasrah sambil tetap berusaha menyelesaikan apa yang kami bisa pun jadi satu-satunya pilihan. Akhirnya, kami gagal mencapai garis finish di Wisuda Juli karena tidak bisa sidang sebelum tenggat waktu, namun syukurlah kami mendapat datany

Seri Tugas Akhir: Lika-Liku Perjalanan

Idealnya, tugas akhir adalah tempat mengaplikasikan ilmu-ilmu dari mata kuliah yang dipelajari selama tiga tahun. Nyatanya, tidak juga. Aku justru menemukan banyak hal baru yang belum pernah kusentuh atau bahkan kubayangkan. Contohnya, belajar desain --UI/UX dan UML, mengoperasikan game engine , menyusun konten pembelajaran dan ujian/ evaluasi ketersampaian materi, bahasa pemrograman baru, dan bla bla bla. Tenang, aku tau hal-hal itu akan terjadi. Aku sangat paham risiko yang akan kuhadapi saat memutuskan untuk memilih topik TA yang out of the (Biomed's) box. Lalu, apakah aku merasa kesusahan dalam menjalani risikonya? Ya, susaaaaah sekali. Paling susah adalah memulai, sebab aku berpikir bahwa segalanya harus langsung sempurna. Kan, kan, kan, mana mungkin... Learning by doing  benar-benar gambaran pengerjaan tugas akhirku, bahkan learning   after finishing  haha jatohnya jadi ngasal atau bahasa lebih halusnya sotoy . Beruntungnya aku, proses pembelajaran ini didukung oleh YouTube

Seri Tugas Akhir: Awal dan Gambaran Perjalanan

Akhirnya! Memang tidak seharusnya dituliskan di awal cerita, namun itu lah kenyataannya. Cerita ini benar-benar dimulai dengan "akhirnya". Iya, akhirnya aku menulis lagi setelah sekian lama haha. Kali ini mau berkomat-kamit sedikit tentang perjalanan tugas akhir sarjana seorang Rahma Rizky Alifia. Perjalanan yang aku nggak sangka-sangka penuh drama dan makna, dan hebatnya aku bisa (hampir) melaluinya. Aku memilih topik TA (tugas akhir) yang berhubungan dengan manajemen kebencanaan ( disaster management ), tepatnya mengembangkan sebuah platform  edukasi terkait manajemen bencana. Kenapa? Apa hubungannya dengan jurusanku, Teknik Biomedis? Memilih topik TA, kata para kating (kakak tingkat-red), merupakan momen krusial. Sebab, perjalanan tugas akhir bukan lah rentetan cerita yang sederhana. Lika-liku penjelajahan sudah pasti ada. Kerikil atau jalanan berlubang akan kerap ditemui. Bahkan, di saat-saat tertentu bisa saja menemukan gang buntu. Maka dari itu, persiapkanlah segala amu