Skip to main content

Posts

Showing posts from 2019

life is so weird, sometimes or most of the times?

life teaches us to be always okay. no matter what has happened. in the end, life wants us to be fine. in the end, life asks us to forgive and forget. here come the questions... why do we need to face life if, in the end, we must forget it? why do we need to know each other if, in the end, we must forget each other? thus, why does life tell us that everything happens for a reason?

Peringatan Kehancuran

Aku geram dan tercekam Aku benci tak henti-henti Menyaksikan para penjarah yang tak punya otak, apalagi hati Menggempur habis negeri ini Kesalku kekal menembus nadi Penjarah demokrasi itu Sungguh tak tahu diri Tak tahu malu! Bajingan seruku Apa-apa provokasi Sedikit-sedikit ditunggangi Tiba-tiba hama demokrasi Ya kalian itu, hei penguasa dan dayang keji Jangan pesta! Bisa puas kala rakyatmu tertindas? Jangan tertawa! Perintah siapa berbahagia padahal rakyat penuh luka? Jangan teruskan! Tidak enak bukan memakan domba mati hasil diadu tanpa henti? Tanda kehancuran ini, ingat lah! Lekas berbenah Sebelum tumpah lebih banyak darah Sebelum memuncak segala amarah

biarkan pergi

aku sudah duduk di sini di atas awan sedang menatap kenangan bergegas meninggalkannya aku sudah duduk di sini melihat awan sedang membayangkan masa depan bersiap mengejarnya cukup sudah sampai di sini jangan cari atau hampiri apalagi tangisi cukup sudah sampai di sini biarkan aku pergi jangan harap kembali

Cinta di Iduladha

Ini ceritanya ilustrasi*) Hari ini adalah Hari Raya Iduladha. Setidaknya, hari ketika aku mulai menulis ini bertepatan dengan 10 Dzulhijah 1440 Hijriah --11 Agustus 2019. Berbicara soal Iduladha, hal yang terbayangkan olehku adalah soal cinta. Sekali-sekali lah yuk  open-up (baca: secara eksplisit) ngobrolin cinta. Kenapa cinta? Ada apa dengan cinta? Apa hubungan cinta dan Iduladha? Tepat berabad-abad yang lalu, ada sebuah kisah cinta yang sangat menginspirasi sekaligus menamparku. Benar sekali, kisah cinta Nabi Ibrahim ' alaihissalam dan Nabi Ismail ' alaihissalam . Dalam Al-Quran --Surat As-Saffat ayat 102, diceritakan bahwa ketika Nabi Ismail menginjak dewasa dan sudah pantas mencari nafkah, Allah Swt. menguji Nabi Ibrahim dalam sebuah mimpi. Di mimpi itu Allah Swt. memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, yakni Nabi Ismail. Kemudian, Nabi Ibrahim meminta pendapat Nabi Ismail mengenai wahyu Allah Swt. tersebut --yang disampaikan melalui mimpi. Dan

Lulus dari Biomedis, Menjadi Tangis atau Manis?

Kurang dari dua minggu lalu kampusku baru saja menggelar kegiatan wisudaan , judulnya Wisuda Juli. Momen wisudaan kali ini berhasil menyentuh emosiku meskipun aku sedang jauh dari tempat kejadian. Selain karena kakak-kakak tingkat angkatan 2015 yang mulai bergiliran meninggalkan kampus, pada wisuda kali ini sarjana Teknik Biomedis ITB lahir. Untuk pertama kalinya, ITB punya lulusan sarjana Teknik Biomedis. Senang, terharu, dan bangga melihat EB (Teknik Biomedis--red) 2015 telah menyelesaikan studinya di jurusan yang let's say masih dini. Sejujurnya, ketika mendengar cerita-cerita dari mereka, angkatan 2015, di jurusan ini, perasaanku campur aduk. Dari mulai kagum, heran, sampe takut sendiri. Kagum dan heran bagaimana mereka bisa menempuh tahun-tahun penuh spekulasi yang cukup dinamis. Seperti yang sudah kusinggung di awal, ini angkatan pertama yang lulus. Artinya, mereka pula yang menjadi "kelinci" pertama dalam "eksperimen" Teknik Biomedis sebagai jurusan ba

Budhiana Kartawijaya: Jurnalis Harus Kreatif

“Seorang jurnalis itu nggak boleh sama dengan kebanyakan orang,” begitu kata Budhiana Kartawijaya, seorang jurnalis senior yang pernah diamanahi sebagai Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat, Bandung. Budhiana pun berbagi perspektifnya menjadi seorang jurnalis, tentang bagaimana ia memulai, apa yang telah dilalui dan dipelajari, serta apa saja yang harus dihadapi. Pengalaman di Dunia Jurnalistik Kisah perjalanan Budhiana di dunia jurnalistik dimulai dari sebuah pertemuan tidak disengaja. Pertemuan tidak diduga-duga ini terjadi di sebuah masjid penuh sejarah yang telah berdiri sejak tahun 60-an, yakni Masjid Salman ITB. Budhiana yang saat itu berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di Universitas Padjadjaran cukup aktif berkegiatan di Masjid Salman. Awalnya, Budhiana tidak pernah terpikir untuk bergelut di dunia jurnalistik. Bahkan, cita-citanya adalah menjadi seorang astronom. Sampai suatu hari, dirinya seakan-akan ditakdirkan untuk mencicipi dunia jurnal

Kisah Kasih Bersamamu

Halo, Boul. Kini usiamu sudah genap 26 tahun. Artinya, sudah berlalu satu tahun semenjak wajahmu berganti. Dari merah dan biru tua menjadi biru muda kehijauan, yang menunjukkan bahwa kamu enerjik, modern, dan dapat dipercaya. Tentu tanpa menghilangkan unsur "B" dan "e" yang telah terpatri. Iya, kedua huruf tersebut menunjukkan bahwa (B)oulevard senantiasa bersemangat untuk meng(e)dukasi melalui produk-produknya. Boul, aku rindu setahun yang lalu. Saat aku masih menjadikanmu prioritas utama serta sumber kemumetanku . Saat aku masih ketakutan dan merasa tidak percaya diri membawa semangatku kepadamu. Saat aku masih mengejar-ngejar semua orang demi lahirnya dirimu kembali. Dan banyak lagi. Sungguh indah dikenang, tapi untuk diulang? Entahlah, mungkin tidak sekarang. Momen kita berkenalan tidak seperti pertemuan-pertemuan lucu dan menggemaskan pada umumnya. Hanya datar, bahkan aku tidak menemuimu langsung. Padahal, saat itu adalah hari Open House Unit (sebenarn

Menjadi Vulnerable

"Gue selalu mengantisipasi the worst case that could happen ." "Gue selalu berusaha berpikir buruk terhadap orang-orang, dan berbagai situasi." "Gue selalu mempersiapkan diri untuk dilukai, dibantai." Tiga ungkapan tersebut kurang lebih menggambarkan kondisi kita sehari-hari. Kita kerap menghindari dari perasaan kecewa atau sedih, apalagi kalau sebabnya adalah hal-hal yang, menurut orang-orang, sepele. Kita tidak mau dianggap lemah. Kita tidak mau mengalami sakit hati. Kita dihasut untuk takut menjadi seorang yang  vulnerable . Nuhha Thalib, cofounder Rasi Indonesia , selaku salah seorang pembicara dalam kelas MetaTalk-Humanity  stated that being weak is not as same as being vulnerable. Weak and vulnerable are different. Weak means lacking the power to perform physically demanding tasks, easily damaged, or liable to break. While, vulnerable means susceptible to physical or emotional attack or harm. Benar, masih tentang kelas MetaTalk-Humanity. Ini

Berbicara Sedikit tentang Empati

Ting . Ponsel Bila berbunyi, pemberitahuan pesan masuk muncul. Ia membuka aplikasi LINE, dan membalas pesan tersebut. Media sosial memang candu, jangan heran jika Bila meneruskan kegiatannya di dunia maya dengan scrolling linimasa LINE. Tiba-tiba, ia pun terhenti pada sebuah video, durasinya satu menit. Matanya dalam semenit pun menjadi berkaca-kaca. "Heh," ujar seseorang di belakang sambil memegang pundaknya. Bila tidak tau siapa orang yang membuat dirinya kaget. Ia tak berani membalikkan tubuhnya. Bila malu, sebab matanya berkaca-kaca seperti orang ingin menangis. Bila seakan-akan merasa lemah. "Lah, lo nangis Bil?" tanyanya terheran-heran. Kini, Bila dapat melihat ada dagu laki-laki di depan matanya persis dengan kulit sawo matang. Naik sedikit dari dagu, bibirnya menyungging sedikit dengan geli. Bila protes sambil menyembunyikan air yang menggenang cukup lama di mata. Mengusahakan sebisa mungkin agar air yang tergenang tidak jatuh. "Nggak lah! Ngap

Perkara Menjadi Manusia

Aku sudah hampir 21 tahun menjajaki kehidupan. Banyak proses yang kulalui, itu pasti. Kadang tidak terasa, kadang rasanya luar biasa lama. Aku telah berproses cukup banyak. Dari yang tidak bisa berjalan, sampai sekarang.. jalan sedikit saja kecapekan karena tidak pernah olah raga. Dari yang hanya bisa merengek, sampai menjadi orang yang suka mengeluh. Namun, apakah 21 tahun hidupku ini sudah benar-benar hidup? Apakah aku memang seorang manusia yang berusia 21 tahun? Bagaimana jika salah? Memangnya apa sih manusia itu? Apa yang membuatku pantas disebut manusia? Apakah manusia harus memiliki rasa kemanusiaan? Memangnya apa itu kemanusiaan? Miris memang, sudah 21 tahun hidup tetapi masih tidak mengerti manusia itu apa. Sudah 21 tahun disebut manusia, tetapi masih tidak tahu apakah dirinya sendiri termasuk manusia. Aku pun mencoba mencari tahu sedikit tentang hal-hal berkaitan dengan ini, yakni melalui kelas MetaTalk Humanity. Kelas diisi oleh 20 peserta, 3 pembicara, 1 pembawa acar

Di Balik "Thank You"

" Thank you ," "Hah? Kenapa thank you?" "Nggak papa, thank you aja." "Ah, kaku amat sih." "Biar cringe aja." "Hahahaha. Oh, ya sudah." Kamu tahu, sebetulnya jawabannya bukan hanya kata cringe . Karena memiliki teman baik sepertimu adalah hal yang sangat ku syukuri. It was actually a thank you for everything. Thank you for being my best and sweet friend. Even though, annoying is irresistable. Thank you for listening me, understanding me, and asking whether i am okay or not. Thank you for keeping up with me, being there when i need someone to tell to. Thank you for making me laugh and boosting my mood. Thank you for giving your advice and perspective. Thank you for doing your best in every things you do. Thank you for inspiring me, a bit. Thank you for your presence. I couldn't ask for a better friend. It sounds cringe, indeed. Because it supposed to be cringe, as what i said.

Menyikapi Orang Baik

Pekan ini kuanggap sudah berakhir, sebab tiga hari ke depan tidak ada kuliah alias libur. Pekan yang cukup melelahkan karena dihadang ujian-ujian. Syukurlah telah terlalui, meski pekan depan masih ada sisa-sisa ujian yang bisa jadi tidak kalah melelahkan. Aku seharusnya berusaha menulis esai untuk UTS mata kuliah Jurnalisme Sains dan Teknologi, tetapi mood -ku untuk itu masih tak kunjung ketemu. Entahlah, doakan saja aku segera kembali ke level kerasionalanku, sebab akhir-akhir ini aku merasa menjadi seorang yang sangat irasional. Ngomong-ngomong tentang irasional, aku ingin menceritakan suatu kisah temanku -yang juga sempat menjadi kisahku. Kisahnya mengandung pemikiran-pemikiran yang kurang rasional, bagiku. Sebelum bercerita terkait ketidakrasionalan tersebut, aku akan mengenalkan kalian kepada kata rasional terlebih dahulu. Sebelumnya, iklan sedikit, aku sarankan untuk tidak mencari tahu korelasi foto dengan tulisan di sini. Mari, kembali ke bahasan irasional. Menurut KBBI d

Tiba-Tiba Melankolis

Di tengah-tengah ke- chaos- an pengumpulan B100 dan B200, aku menjadi sosok melankolis. Ingatan seakan-akan menampilkan rekaman kisah yang manis, meski akhirnya harus menangis. Isi pikirku masih tentang kamu. Selalu. Entah kapan semua ini akan berlalu. Aku masih ingat persis bahwa rasanya perih. Membuatku kerap terisak dalam lirih. Sebut saja diri ini pamrih. Aku ikhlas, sebab aku memang mengharap kasih. Maaf mungkin kuucapkan. Aku tak tahan dengan kenangan yang memicu harapan. Meminta kembali genggaman yang kini hanya sekedar khayalan. Akhir-akhir ini aku menjadi melankolis. Sejak kepergianmu, tepatnya. Wajahku kerap meringis. Disusul tawa suka cita. Aku tidak tahu aku menulis apa. Tidak jelas, tidak pula berkelas. Aku hanya baru membaca puisi yang kamu tulis. Dan, tiba-tiba aku menjadi melankolis.

Patah Hati Itu Wajar

Kemarin pergi ke Ciater. Jaraknya dari Bandung sekitar 29 kilometer. Senang itu ihwal yang pasti. Namun, bukan itu yang berarti. Ada perkara yang baru saja disadari. Suatu hal yang sifatnya alami. Bahwa setiap insan, hidup dengan kenangan. Pun, dengan angan. Di Ciater ada percakapan: kenangan yang dituturkan lewat lisan. Cerita tentang kisahnya yang resah. Mungkin juga lukanya masih basah. Narasi perihal patah hati. Ternyata, setiap kisah punya pilunya tersendiri. Tampaknya bahagia, tetapi ternyata menyimpan fobia. Katanya, itu lah manusia. Tak ada cerita tanpa derita, ujar pepatah yang gemar berkata-kata. Patah hati itu wajar. Makanya, perlu lah belajar.